Jangka Pendek dan Menengah Saya “memilih” Mayalsia. Kalau Jangka Panjang ya Indonesia-lah

Kalau menyaksikan dan mengalami hari demi hari sampai satu dua periode sejarah tanah air di depan mata, kita cemburu pada Malaysia. Memang tak ada konglomerat atau pejabat yang sekaya konglomerat dan pejabat kita, tapi kita harus mengakui, tidak ada golongan masyarakat semiskin dan setertekan bangsa indonesia. Pemerataan kesejahteraan Malaysia lebih sukses. Kita tergolong banyak cakap dan kurang serius menangani pemerataan. Indonesia adalah kapal-kapal bocor ekonominya yang penuh dengan lubang-lubang korupsi, kolusi dari atas sampai bawah, yah itu hasil gerogotan kita sendiri.

Meskipun demikian Alhamdulillah sampaisekarang tak kunjung tenggelam di samudra sejarah, hal ini disebabkan oleh saking besarnya kapal, saking sabarnya rakyat, dan mungkin saking sayangnya Tuhan kepada kita. Jangan lantas anda bilang kok saya melecehkan bangsa sendiri. Itu mubadzir dan sikap kerdil. Kita harus sanggup bercermin menatap wajah sendiri secara obyektif di cermin. Kita mestinya menjadi bangsa yang belajar jantan. Hanya orang sentimentil yang kalau gagal lantas bersikap dengki kepada orang lain, karena jauh di bawah sadar kita sukses semacam itu sesungguhnya diam-diam kita damba-dambakan.

Ringgit Malaysia merata pada strata menengah, sementara rupiah kita menggumpal di strata atas, sisanya kita bagi sejumput-sejumput di bawah. Jika dalam hal penguasaan dan penaklukan politik, Indonesia justru profesornya Malaysia. Pak Harto adalah raja empu bagi Mahatir. Banyak metode dan kejadian di Malaysia yang merupakan fotokopi kasus-kasus di Indonesia. Tapi Malaysia butuh ditemani abangnya, ya Indonesia. Lingkaran komitmen bumiputera Malaysia Islam bergelut sangat keras melawan aspirasi universalisme yang membuka peluang bagi India-Cina untuk transparan eksistensi budayanya, ekonominya, bahkan politiknya.

Malaysia baru kursus soal itu kepada kakaknya. Maka banyak-banyaklah penduduk Indonesia bertandang dan kerja disana, karena adikmu diam-diam untuk konteks tertentu merasa terhibur oleh membengkaknya pendatang dari kampung selatan. Ekspor tenaga kerja kita kesana meningkat terus. Anak-anak negeri disana juga panda. Ketrampilan mereka sangat khas, mau belajar, dan hasil kerja borongan mereka yang semula dikomandani etnis Cina akhirnya mereka mendirikan dan upah mereka jauh melebihi Bumiputera pegawai negeri.

Pekerja Indonesia yang punya ketrampilan, upahnya bisa sekitar Rp 300 ribu per hari bahkan saat ini lebih. Yang biasanya macul (petani), nyapu (tukang sapu) upahnya minimal Rp 100 ribu per hari. Jika disini itu gaji resmi pegawai negeri (tanpa proyek terobosan) kelas berapa? Saya tidak menganjurkan agar anda pergi ke Malaysia. Meskipun kita semua kalah lawan para Pangeran Pendekar Sumber Proyek itu, tapi kehidupan di tanah air yang amat kita cintai ini lebih hangat,  menantang dan urakan.