Bayi Di Atas Atap

1297664869970069244

Gambar diatas tidak ada hubungannya dengan apa yang saya tulis nanti. Saya cuma suka gambar ini. Dari kompas.com beberapa waktu yang lalu, saya membaca ada seorang bayi laki-laki yang ditemukan di atas atap rumah di daerah Jawa Timur. Saya jadi teringat akan sebuah cerita spiritual Rumi tentang bayi yang lagi nongkrong di atas atap. Begini ceritanya, pada suatu hari seorang ibu muda sedang sibuk bekerja di dapur saat bayi laki-lakinya, tanpa sepengetahuan merangkak ke luar kamar dan entah bagaimana bisa memanjat tangga yang mengarah ke atap rumah.

Ketika sang ibu mengetahui bahwa putranya tidak ada, dia dengan panik berlari cepat ke arah tangga dan melihat anaknya sedang bermain di atas dan berada di tepinya. Tetapi, ketika sang ibu mendekatinya, si bayi mengira sang ibu mengajaknya bermain, sehingga merangkak cepat makin ke pinggir atap. Bila dia terjatuh, pastilah mati. Namun, ketika sang ibu berteriak pada anaknya, si bayi malah menangis dan menolak untuk mendekat. Situasinya sungguh mendebarkan.

Karena mendengar kegaduhan, para tetangga berkumpul di rumah ibu tadi. Sebagian ada di atap bersama sang ibu yang kebingungan, sebagian lagi ada di bawah tepian atap itu, berharap mereka bisa menangkap si bayi bila dia terjatuh.

Tanpa sadar akan bahaya yang mengintainya, si bayi terus bermain. Dalam keadaan penuh bahaya ini, datanglah Imam Ali, dan secara alamiah sang ibu dengan cemas bergegeas menemuinya. “Bayi lelakiku ada di atas atap, Pak” dia menjelaskan dengan kalut, “Jika aku mendekatinya dia pikir aku sedang bermain dan dia lari dariku. Dia pasti mati kalau terjatuh.”

Imam Ali mendengarkan dengan seksama ucapan ibu yang putus asa itu. Namun, ketika beliau memberi tahu apa yang harus dilakukannya, wajah sang ibu menjadi pucat ketakutan. Ucapan sang imam pasti salah! “Aku yakin kau punya putra yang lain yang berumur setahun lebih tua. Apa yang harus kau lakukan adalah menaikkannya ke atas atap juga.”

“Tapi dia juga bisa mati terjatuh!” protes sang ibu yang kalut itu. “Jangan buang-buang waktu,” jawab Imam Ali. “Bayimu akan mati karena terjatuh bila kau tak bertindak cepat. Kalau kau mau menyelematkan nyawanya, kau harus menaikkan putramu yang lain ke atas atap.”

Apa yang bisa dilakukan perempuan malang itu? Kini dia bergegas masuk ke rumah, mengambil anaknya yang lain, dan memanjat tangga ke atap dimana dia dengan perlahan, dan dengan rada enggan menaruhnya disana. Sang Imam bukanlah orang yang ceroboh, reputasi kebijaksanaannya cukup masyhur. Tak lama kemudian, si bayi, yang masih asyik di pinggiran atap, melihat abangnya dan mengenalinya, lalu merangkak ke arahnya dan mengajaknya bermain secara lebih aman.

Dari kisah ini dapat dijelaskan bahwa manusia, tanpa sadar akan keadaannya, dengan penuh resiko sedang bermain-main di tepi kutukan dan api neraka. karena cinta-Nya pada manusia, Tuhan mengirim seorang utusan bukan seorang malaikat, tapi seorang manusia, yang mudah diakui dan dikenali, yang hidupnya, penuh dengan kesempatan dan tantangan, akan menawarkan kepada kita segenap ketentraman. Seorang manusia yang bisa menuntun kita dari tepi ke tengah.