Hikayat Bukit Tengkorak

Inilah Hikayat Bukit Tengkorak
Dalam komik silat, memang terasa sekali rasa ingin tahu kita,
bila tertera jusul semacam itu di depan sampul.
Terbayang alangkah serunya petualangan sang jagoan,
atau dahsyatnya permainan pedang pada pendekar.
Tapi bukan itu yang terjadi di Aceh.
Disana sebuah kata bernama "rasa aman:, apalagi "merdeka"
sudah lama dihilangkan dengan sengaja.
Entah untuk tujuan apa.


Disana, terjadi pembantaian di dalam negeri sendiri.
Entah mengapa. Tapi itu terjadi.
Mengapa harus terjadi?
Mengapa harus mengorbankan puluhan ribu rakyat yang tidak berdosa?
Entahlah. Tapi itu terjadi.
Disana, sebuah kartu identitas sangatlah menentukan.
Jikalau saja secarik kertas itu terselip atau
tidak berhasil ditemukan ketika terjadi razia,
maka sesuatu yang mengerikan akan terjadi.

Percayakah anda?
bahwa hanya karena terlalu menghargai kertas
dengan beberapa deret informasi diri itu,
anda harus menjalani proses tertentu.
Disuruh jalan jongkok, ditendang, diinjak-injak, diintimidasi,
dipopor, diseret dengan mobil kian kemari, dihajar habis-habisan, diperkosa

Itu terjadi disana
Itu terjadi, walaupun anda seorang ustadz, kyai, tokoh masyarakat,
semua tanpa arti tanpa KTP.
Konon, hanya masjid tempat teraman.
Itupun, kita harus berdebat panjang tentang definisi,
batasa dan penafsiran kita tentang kata "teraman" itu.

Maka inilah Hikayat Bukit Tengkorak
ketika puluhan ribu pengungsi dengan segala
kondisi mereka, hanya dianggap data statistik belaka.
Atau minimal kita baca di surat kabar pagi dan kita komentari :
"kasihan benar nasib mereka......."